RIAUTODAYS, Tembilahan - Kasus dugaan pemerasan dan penipuan oleh oknum wartawan di Tembilahan kembali menuai sorotan publik. Polemik muncul terkait apakah tindakan yang dilakukan wartawan tersebut benar-benar tergolong pemerasan dan penipuan atau sekadar transaksi profesional antara kedua pihak.
Terlebih, berita yang beredar menyebutkan adanya kesepakatan antara pihak kepala sekolah dengan wartawan terkait publikasi berita berbayar tanpa unsur paksaan.
Meskipun demikian, kedua wartawan tersebut kini telah ditahan oleh pihak Polres Inhil berdasarkan proses hukum yang sedang berlangsung.
Penahanan ini menuai beragam reaksi, terutama dari rekan-rekan media yang mempertanyakan kesesuaian kasus tersebut dengan nota kesepahaman (MoU) antara Kapolri dan Dewan Pers, yang mengatur penanganan perkara wartawan dalam masalah pemberitaan.
Beberapa pihak menyebut ini sebagai kriminalisasi terhadap pers, sementara lainnya menganggap kasus ini merupakan pidana murni.
Pernyataan dari seorang advokat bernama Maryanto, SH yang mendukung langkah Polres Inhil sebagai langkah yang sudah sesuai prosedur, menimbulkan respon dari Andang Yudiantoro, SH, MH, advokat yang mewakili salah satu wartawan dalam kasus ini.
Menanggapi pernyataan tersebut, Andang mengatakan bahwa komentar Maryanto hanya normatif dan seharusnya Maryanto lebih fokus kepada alasan pelaporan oleh kliennya, Kepala Sekolah SMPN 1 Tembilahan Hulu, daripada ikut mengomentari tindakan aparat kepolisian.
“Pernyataan Maryanto itu normatif menurut saya, tidak ada yang luar biasa. Malah terkesan aneh karena beliau adalah pengacara kepala sekolah, bukan pihak kepolisian. Cukuplah Humas Polres atau Kasat Reskrim yang menjelaskan soal penegakan hukum di Polres,” ujar Andang. Pernyataan tersebut diiringi tawa beberapa wartawan yang tengah berbincang santai dengannya.
Andang menambahkan bahwa seharusnya Maryanto cukup menjelaskan alasan pelaporan kliennya beserta bukti dugaan pemerasan dan penipuan sesuai hukum. “Jangan sok mau jadi pahlawan pihak kepolisian, karena polisi sudah punya mekanisme penjelasan sendiri," tambahnya.
Ketika ditanya apakah pernyataan Maryanto bermotif pencitraan, Andang berkomentar bahwa Maryanto justru terlihat seperti "ingin menjadi pahlawan bagi polisi." "Ini istilahnya seperti ‘angkat telur’, terkesan Maryanto lebih ingin membela polisi daripada kliennya sendiri," pungkasnya sambil tertawa.
Kasus ini masih menjadi perhatian publik di Tembilahan, khususnya di kalangan media. Rasa penasaran akan fakta hukum yang melatarbelakangi penahanan wartawan tersebut terus berlanjut, menunggu proses hukum yang akan menetapkan kebenaran dari kedua belah pihak. (*)