Irawan, salah seorang warga, mengungkapkan adanya ketidaksesuaian luas lahan plasma yang diterimanya.
Berdasarkan dokumen yang ada, ia hanya mendapatkan hak atas 3 hektare, padahal ia mengklaim memiliki lebih dari 10 hektare lahan yang semestinya masuk dalam program tersebut.
Tidak hanya Irawan, beberapa warga lain juga melaporkan kehilangan hak atas tanah mereka yang sudah terdaftar dalam program plasma.
“Tanah orang tua saya hilang di PT SAL, di surat ada, tapi di lapangan tidak ada. Saya pernah turun langsung untuk mengukur, tapi sekarang sudah dikuasai oleh PT SAL dan dibuat kanal,” keluh Rino, warga lainnya yang merasa dirugikan, Senin (10/2/2024).
Keluhan yang disampaikan warga kepada pihak perusahaan maupun koperasi pengelola program plasma belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Masyarakat merasa hak-hak mereka diabaikan, bahkan tidak ada tindak lanjut yang jelas dari perusahaan terkait masalah ini.
Merasa keadilan tidak ditegakkan, warga kini mendesak pemerintah daerah untuk turun tangan guna memastikan hak-hak mereka dikembalikan.
Mereka juga meminta agar pemerintah melakukan peninjauan ulang terhadap penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) bagi perusahaan, hingga persoalan lahan plasma ini terselesaikan secara adil.
Hingga berita ini diturunkan, PT Setia Agrindo Lestari maupun First Resources belum memberikan tanggapan resmi terkait keluhan yang disampaikan oleh warga Desa Lahang Hulu. Upaya konfirmasi kepada perwakilan perusahaan masih terus dilakukan. (Tim/Red)