Kasus Pencurian Sawit di Keritang: Tersangka Ditahan Tanpa Bukti Kuat, Proses Hukum Diduga Bermasalah

Ilustrasi.net/oknum APH

RIAUTODAYS, Tembilahan – Kasus dugaan pencurian kelapa sawit yang melibatkan SA (50 tahun) di Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, kini tengah mendapat sorotan tajam. 

Kasus ini bukan hanya menarik perhatian publik karena menyangkut tindak pidana yang cukup serius, tetapi juga karena dugaan adanya penyimpangan dalam proses hukum yang terjadi. 

Penetapan SA sebagai tersangka, yang menurut sejumlah pihak diduga cacat hukum, membuka perdebatan tentang kredibilitas sistem peradilan di Indonesia, khususnya dalam hal pembuktian dan integritas aparat penegak hukum.

Dalam persidangan yang berlangsung, bukti yang dihadirkan oleh pihak penuntut umum dinilai sangat lemah dan tidak memadai untuk mendukung tuduhan pencurian. 

Sebagai bukti utama, hanya terdapat selembar foto kelapa sawit dan foto nota penjualan yang disebut berasal dari transaksi di Sungai Erang, yang disampaikan oleh saksi (M) Penampung Sawit. 

Foto tersebut dinilai tidak cukup untuk membuktikan bahwa kelapa sawit yang dimaksud benar-benar dicuri oleh terdakwa. 

Terlebih lagi, bukti fisik yang lebih signifikan, seperti alat panen (Egrek, Dodos), alat angkut (Gancu Tombak), keranjang, atau kendaraan yang digunakan untuk mengangkut barang bukti, tidak disertakan dalam persidangan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait bagaimana proses penetapan tersangka terhadap SA dilakukan tanpa alat bukti yang sah dan kuat. 

Berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia, khususnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), setiap tindakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum harus berdasarkan bukti yang sah, termasuk bukti fisik yang mendukung tuduhan yang diajukan. 

Tanpa adanya bukti yang cukup, penetapan tersangka tersebut patut dipertanyakan dari sisi legalitasnya.

Tak hanya itu, dalam proses olah tempat kejadian perkara (TKP), terdakwa SA tidak dihadirkan, dan diduga hanya saksi-saksi yang dihadirkan oleh pelapor inisial HA. 

Ironisnya, beberapa pihak mengungkapkan bahwa dalam proses tersebut turut hadir oknum dari Kejaksaan Negeri Inhil. 

Hal ini memunculkan dugaan adanya pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan dalam kasus ini, yang diduga berusaha mempengaruhi jalannya proses hukum.

Lebih lanjut, terdapat laporan dari saksi meringankan terdakwa, MU, dalam persidangan Ia menyebutkan adanya intimidasi oleh oknum aparat dari Polsek Kecamatan Keritang pada saat pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi terhadapnya.

"Saya diintimidasi kalau saya berbicara jujur-jujur kali, saya akan dimasukkan ke Sel oleh Oknum Polisi yang menangani nya," ungkap MU dipersidangan memberikan kesaksian beberapa waktu lalu.

Ini menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum yang seharusnya bertindak netral dan profesional dalam menangani setiap perkara hukum.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Celebes Cendrawasih Indonesia (CCI) Kabupaten Indragiri Hilir, Syahwani, mengungkapkan keprihatinannya terhadap penanganan kasus ini. Menurutnya, ada banyak kejanggalan yang perlu diperjelas dalam kasus ini. 

"Kami percaya bahwa setiap warga negara berhak mendapat perlakuan yang adil dan transparan dalam sistem peradilan. Namun, banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam kasus ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang bermain di balik proses hukum ini," ujarnya, Jum'at (21/3/2025) Malam.

Sebagai negara yang berkomitmen pada prinsip negara hukum, Indonesia memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap proses peradilan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanpa ada intervensi yang merugikan keadilan. 

Oleh karena itu, kasus ini bukan hanya penting untuk diselesaikan dengan seadil-adilnya bagi terdakwa, tetapi juga menjadi ujian bagi sistem peradilan kita dalam mengatasi potensi penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan pihak yang tidak bersalah.

Publik pun berharap agar aparat penegak hukum, baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan, dapat menjalankan tugasnya dengan profesional dan bebas dari kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan. 

Dengan adanya transparansi dan keadilan dalam setiap proses hukum, masyarakat akan semakin percaya pada sistem hukum yang ada, serta menegakkan supremasi hukum di Indonesia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Diskominfo PS Inhil

Maret

Diskominfo PS Inhil

Maret

Maret

Formulir Kontak